Integrasi Tarif , Lanjut Integrasi Pelayanan – Transportasi Jabodetabek

Roadmap dan transformasi integrasi tarif angkutan umum di Kawasan DKI Jakarta, bila memungkinkan termasuk Bodetabek, adalah keharusan untuk disiapkan thus diimplementasi di saat yang tepat dan ketika semua perangkat pendukung sudah siap. Agenda ini tentu bukan semata2 hanya sebagai tujuan utk implementasi ia sendiri, namun ia sebagai alat utk mencapai tujuan lain yang hakiki yakni bagaimana meyakinkan pengguna kendaraan pribadi agar mereka memutuskan utk menggunakan transit (angkutan umum) sehari2.

Ragam transit dari gabungan beberapa operator harus dapat memberikan user experience yang menyenangkan bagi mereka yang sudah memilih meninggalkan kendaraan pribadi nya di rumah, termasuk kesiapan layanan FLMC (first and last mile connectivity), dan kemudahan bertransaksi / membayar tariff.

Dari sistem beragam kartu saat ini harus dipastikan perlahan bisa bergeser ke Account-based Tariff (ABT), yang memang diidam-idamkan oleh kota-kota di dunia untuk bisa dipraktekkan, karena sangat memungkinkan akibat adanya perkembangan dalam dunia ICT saat ini.

Dengan ABT, banyak kelebihan yang bisa diraih, terutama dalam mempelajari behavior pengguna, thus memberikan response agar pengguna tetap bertahan / tidak kembali berpindah menggunkaan kendaraan pribadi. Seberapa % saat ini, pengguna yang sudah meninggalkan kendaraan pribadi dan memilih menggunakan angkutan umum masih perlu diteliti pencapaiannya, sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi kebijakan urban transport sewaktu-waktu.

Kriteria keseimbangan dari tiga perspektif regulator, operator dan pengguna, sedapat mungkin ketika dilakukan transformasi integrasi tarif harus dicari titik temu yang win-win situation, termasuk bila ada jasa integrator (baru) – transaction fee yang melayani clearing house.

Jasa integrator jangan menjadi beban bagi para pihak. Integrator sebaiknya menjadi not-for-profit agent, sambil tidak mengurangi margin para operator yang sudah ada dan beroperasi selama ini. Benchmark ttg fee transaction dunia harus menjadi acuan, prinsip tidak membebani dan ruang margin yang masih wajar bagi para pihak yang melayani menjadi kunci, sambil menyesuaikan dengan kebijakan urban transport yang terus berkembang di masa yad, yang akan menggeser perilaku pengguna dalam keseharian, temasuk dalam memilih moda dan rute pejalanan transit.

Teori basis tariff dan basis implementasi yang dipilih harus dievaluasi robustness dan kepekaannya terhadap variable lain yang masih perlu didalami seperti (mode choice behavior) untuk mencapai kriteria keseimbangan di atas, juga untuk memastikan pelayanan transit yang berkelanjutan dimasa yad. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip kehati-hatian dan kesesuain regulasi lokal (Permenhub 17/2018 tatacara tariff angkutan penumpnang (PSO), data privacy, fintech, cyber security) juga menjadi pertimbangan dalam mempersiapkan integrasi tariff untuk mengkaji secara lebih holistic dalam waktu yang tidak lama ke depan.

Kunci menuju ABT adalah keterbukaan data ( API openness ) bagi semua operator, apalagi dalam menyongsong MaAS, harus dipastikan terlebih dulu ada piloting yang terlindungi secara hukum – (sand boxing ) untuk memastikan proof of concept dan value dari sistem baru yang ingin diterapkan.

DKI Jakarta bagimana pun menjadi etalase nasional, sedapat mungkin dapat menyertakan kawasaan Bodetabek, ketika sudah terbukti konsep baru ini berhasil diterapkan internal DKI Jakarta.

Pengalaman gagapnya regulator berhadapan dengan layanan daring (online) menjadi pengalaman untuk diambil pelajaran, agar kita lebih bersiap ketika ingin mengimplementasi gelombang disruptive berikutnya yakni yang lebih user-centric dan on demand dengan segala kemudahan bagi pengguna, termasuk keterjangkauan tarif. Kunci semua itu, selain varibel kebijakan yang ingin dicapai seperti total subsidi minimum, adalah bagaimana meningkatkan effisiensi operasi dari pelayanan ragam operator yang sudah ada saat ini, baik secara internal, exernalities dan dinamika jangka panjang menyangkut pilihan teknologi dan energi yang digunakan.

Harmonisasi rute layanan berhimpit, kejenuhan rute layanan dimasa depan menjadi hal yang harus diantisipasi.

Untuk semua ini, bila ada common data-base dan tools sebagai pijakan bersama dalam mengatisiapasi kebijakan baru di masa yad akan menjadi asset yang sangat berharga untuk menyiapkan evident-based policy sewaktu-waktu bila diperlukan.

Idealnya organ yg melayani angkutan umum perkotaan semuanya di bawah saru atap saja, baik swasta mau pun publik( BUMN/ BUMD). Teknologi integrasi tarif berbasis account, proxy untuk itu , tanpa harus merger! Kunci nya keterbukaan data layanan antar operator, ongkos lebih murah dan user happy !

Harun A Lubis
Masyarakat Infrastruktur Indonesia
&
Infrastructure Partnership& Knowlwgde Center

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *